Friday, September 24, 2010

Kasus Paskibraka Putri DKI Jakarta yang disuruh Bugil mulai terungkap

Terjadinya perpeloncoan yang sangat keterlaluan bagi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) DKI Jakarta, kini makin terungkap. Dokumen kesaksian para korban yang didapat menunjukkan bahwa para anggota Paskibraka DKI tahun 2010 menerima berbagai tindak kekerasan serta pelecehan dari para seniornya. Mereka ditampar, bahkan ditelanjangi saat menjalani pemusatan latihan.

Tidak terima dengan perlakuan para senior, para orangtua dan korban yang dikoordinir oleh Lorren Neville Djunaidi, ayah dari salah satu siswa melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Pasal yang dituduhkan terhadap para tersangka cukup serius, yakni pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan pasal 80 dan pasal 82 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Ancamannya kira-kira: 15 tahun penjara.

Naskah kesaksian korban, aksi kekerasan dan pelecehan itu terjadi pada tanggal 3-6 Juli 2010.

Dalam kurun waktu 4 hari anggota Paskibraka putri itu dilecehkan setiap kali mereka mandi sore. Di dalam barak, mereka diperintahkan senior mereka yang juga perempuan untuk berbaris berhadap-hadapan, lalu membuka seluruh pakaian mereka hingga telanjang bulat, sambil menadahkan tangan untuk menerima shampo dan sabun mandi.

Setelah mereka mandi, masih diminta berbaris telanjang di depan pintu kamar mandi untuk mengeringkan seluruh badan. Selanjutnya itu mereka diperintahkan berbaris masuk ke kamar tidur, juga dalam keadaan telanjang bulat.

Tak hanya itu, mereka juga mengaku pernah menjalani hukuman seperti jalan jongkok dalam keadaan bugil atau telanjang.

Banyak dari mereka juga yang menerima sejumlah kekerasan fisik. Salah seorang dari Paskibraka putri, misalnya, bersaksi suatu malam sekitar pukul 23.00 WIB dia digelandang ke kamar salah satu seniornya di saat peserta lain sedang tidur pulas. Tanpa jelas apa salahnya, dia diperintahkah push-up, sit-up dan berjalan jinjit sekitar 30 menit.

Esok harinya, 4 peserta putri tersebut mengaku ditampar sampai terjatuh karena dinilai salah posisi ketika melakukan push-up.

Tindak kekerasan serupa tidak hanya remaja putri tetapi juga menimpa peserta putra. Begitu tiba di tempat pelatihan di Cibubur, mereka langsung disambut perintah jalan jongkok; konon sebagai tradisi ucapan selamat datang Korps Paskibraka. Tak cukup, mereka kemudian diminta push up nonstop dan baru boleh beristirahat setelah meneteskan 20 butir keringat.

Demikian juga seperti yang putri, mereka juga menerima berbagai pelecehan. Setiap mandi sore, mereka antara lain diperintahkan senior untuk melakukan apa yang mereka sebut 'push-up dingin'. Yang dimaksud adalah push-up dalam keadaan total bugil dan bertumpuk empat orang, sembari disirami air dingin.

Dari hasil pemeriksaan

Pemeriksaan oleh ketiga lembaga Polda Metro Jaya, KPAI dan Komnas HAM masih terus berlangsung.

Komnas HAM sudah meminta keterangan dari penanggung jawab kegiatan ini, yakni Purna Paskibraka Indonesia (PPI) dan Dinas Olahraga dan Pemuda (Disorda) DKI Jakarta. Namun, hasil pemeriksaan belum diumumkan. "Harus ada yang diperiksa lagi. Kami akan segera meminta keterangan dari siswa yang menjadi korban," ujar anggota Komisioner Komnas HAM, Kabul Supriyadi.

KPAI juga sudah meminta keterangan dari 11 korban, Disorda DKI Jakarta, dan PPI. Dari hasil pemeriksaan, Ketua KPAI Hadi Supeno meyakini kekerasan dan pelecehan serupa pada pelatihan Paskibraka telah berlangsung sejak 1991.

Menurut Hadi, Disorda DKI Jakarta yang semula menyangkal, kini sudah mengakui terjadinya perpeloncoan di luar batas itu. "Disorda sudah mengaku kecolongan atas peristiwa ini," kata Hadi kepada VIVAnews.com. Kini KPAI masih menunggu penjelasan tertulis dari pejabat Disorda. "Kami mengharapkan pekan ini sudah selesai. Tapi, ternyata hingga kini belum diberikan."

Di Polda Metro Jaya, penyidikan dilakukan oleh Unit Pelayanan Perempuan dan Anak. Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Boy Rafli Amar, polisi telah memeriksa semua korban dan orangtua mereka. Aparat tinggal memeriksa pejabat Disorda DKI, pengurus PPI, dan para tersangka pelaku. "Semua yang terkait pasti akan dipanggil," Boy memastikan. (kd.vivanews.com)